Anekadongeng.com | Sunan Kalijogo begitulah masyarakat di nusantara mengenal namanya salah satu sunan anggota Walisongo yang namanya mahsyur hingga sekarang. Walisongo memiliki peran penting dalam proses Islamisasi di nusantara. Dalam kurun waktu tidak sampai seabad sejak Sunan Gresik berdakwah.
Masyarakat di nusantara telah mengikuti ajaran yang di turunkan melalui Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam. Sunan Kalijogo sebagaimana susunan anggota Walisongo lainnya memiliki andil besar dalam perjuangan Islamisasi Nusantara.
Beliau juga di kenal sebagai wali yang banyak menguasai lintas disiplin ilmu seperti fikih, usuludin tasawuf, seni, sastra arsitektur, Falak, pertanian hingga mendesign pakaian. Sunan Kalijogo juga memiliki berbagai nama seperti kidalang sidabranti , kidalang bengkok, kidalang kumendung dan kidalang unehan.
Hal tersebut di karenakan beliau menggunakan wayang sebagai salah satu strategi dakwahnya. Wayang pada masa-masa tersebut sangat populer di kalangan masyarakat Jawa. Beliau lahir di Tuban dengan nama Raden Syahid pada kisaran 1450 masehi.
Beliau merupakan putra dari Arya Wilatikta pemimpin Tuban saat itu. Arya Wilatikta sendiri merupakan adik dari Nyai Ageng Manila istri Sunan Ampel dan ibu dari Sunan Bonang dan kelak dalam prosesnya menjadi wali Sunan Kalijogo akan belajar banyak kepada Sunan Bonang.
Masa Muda
Raden Sahid muda di warnai dengan kisah yang penuh kontroversi. Beliau seringkali mengambil makanan dari gudang milik Kadipaten Tuban. Namun makanan tersebut tidak di gunakan untuk kebutuhan pribadi. Raden Sahid membagi-bagikan makanan tersebut kepada rakyat miskin.
Perbuatan Raden Sahid tersebut pada akhirnya di ketahui oleh ayahnya dan di anggap sebagai hal yang memalukan. Kemudian Arya Wilatikta mengusir Raden Syahid dari Kadipaten Tuban. Raden Sahid kemudian pergi kehutan Jatisari sebuah tempat yang sekarang berada di perbatasan Tuban – Blora.
Di hutan Jatisari itu Raden Sahid mendapatkan julukan Brandal Lokajaya, karena kebiasaannya merampok orang-orang kaya yang lewat. Namun Raden Sahid selalu membagi-bagikan hasil rampokannya kepada rakyat miskin. Hingga suatu hari Sunan Bonang melewati kawasan hutan Jatisari.
Raden Syahid yang tidak mengenali Sunan Bonang pun segera mencegatnya. Dalam atlas Walisongo yang di tulis oleh Agus Sunyoto di sebutkan bahwa Sunan Bonang memiliki kemampuan yang bisa mengubah buah aren menjadi emas. Kemampuan Sunan Bonang tersebut membuat Raden Syahid bertobat dan selanjutnya Raden Sahid menjadi murid dari Sunan Bonang.
Raden Syahid memutuskan untuk meninggalkan semua yang telah di lakukannya dan mulai menjalani kehidupan spiritual di bawah bimbingan Sunan Bonang. Raden Syahid belajar banyak hal mulai dari fiqih hingga tasawuf.
Mengikuti jejak gurunya Raden Sahid juga mempelajari berbagai kebudayaan Jawa. Wayang dan tembang-tembang Jawa di kemudian hari akan banyak di gunakan Raden Syahid sebagai sarana penyampaian ajaran Islam.
Ilmu Yang Luas
Begitu pula dengan fenomena sosial masyarakat Jawa, Raden Syahid juga mempelajari ajaran Tantra Bhairawa dari Sunan Bonang ketika berdakwah di Kediri. Pada saat itu Sunan Bonang menghadapi dua tokoh Tantra Bhairawa yaitu Buto lokaya dan Nyai pluncing.
Masyarakat Jawa yang hidup dengan pertanian menjadi perhatian Raden Syahid. Pemahamannya akan dunia pertanian membuat Raden Syahid lebih mudah memasuki berbagai strata kehidupan masyarakat Jawa. Selain itu latar belakang Raden Syahid yang berasal dari keluarga Adipati akan mempermudahnya memasuki dunia para bangsawan Jawa.
Suatu hari Raden Syahid meminta izin kepada Sunan Bonang untuk menunaikan Haji. Pelaksanaan ibadah haji tersebut sebagaimana yang di ajarkan oleh Sunan Bonang agar seyogyanya dalam melaksanakannya sesuai dalil Alquran dan hadist.
Dalam perjalanan menuju Mekah tepatnya di pulau Pinang, Raden Sahid bertemu dengan Maulana Maghribi. Pada pertemuan tersebut Maulana Maghribi menyarankan agar Raden Syahid menunda perjalanan ke Mekah dan segera kembali ke Jawa.
Maulana Maghribi Mengatakan agar Raden Syahid segera melakukan dakwah di tanah Jawa yang saat itu sangat membutuhkan pencerahan. Raden Syahid menuruti nasehat Maulana Maghribi. Beliau segera kembali ke Jawa dan mulai berdakwah ke pesisir utara bagian Barat Jawa yaitu Cirebon.