Anekadongeng.com | Legenda Joko Tarub. Pada zaman dahulu di sebuah desa, hiduplah seorang janda sebatang kara. Janda tersebut tidak memiliki anak serta suaminya sudah lama meninggal. Janda tua tersebut di kenal dengan sebutan Mbok rondo Tarub.
DI karenakan hidup sebatangkara, akhirnya pada suatu hari mbok rondo Tarub mengangkat seorang anak laki-laki yang masih bayi.
Kemudian Mbok rondo Tarub memberikan Joko Tarub kepada bayi laki-laki tersebut. Mbok rondo tarub sangat sayang kepada anak angkatnya dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang seperti anaknya sendiri. Karena didikan yang baik, Joko Tarub tumbuh menjadi anak yang berbakti kepada ibu angkatnya.
Setiap hari Joko Tarub membantu semua pekerjaan ibu angkatnya tersebut. Baik pekerjaan di ladang maupun di sawah. Selain giat membantu ibu angkatnya, Joko Tarub juga gemar berburu di hutan.
Pada suatu hari, Mbok rondo memanggil Joko Tarub dan mengajaknya berbicara.
“Joko sekarang kamu sudah dewasa, sudah saatnya kamu menikah. Mbok sudah tua, jika Mbok meninggal siapa kau akan mengurusmu. Lagipula Mbokmu ini sekarang sudah ingin menimang seorang cucu”.
“Tapi aku belum ingin menikah sekarang mbok, kalau saatnya tiba pasti aku akan menikah”
“Baiklah kalau itu keinginanmu, si mbok hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu”.
Sang Ibu Meninggal
Beberapa bulan kemudian Mbok rondo Tarub meninggal dunia. Joko Tarub sangat sedih karena masih belum bisa memenuhi permintaan terakhir ibunya. Semenjak di tinggal ibunya, Joko Tarub menjadi kehilangan semangat hidup.
Setiap hari ia hanya melamun dan bermalas-malasan saja di rumah. Bahkan ladang peninggalan mbok rondo pun sekarang di tumbuhi rumput dan semak belukar karena tidak terawat lagi.
Pada suatu malam ketika sedang tidur, Joko Tarub bermimpi sedang memakan daging rusa yang sangat lezat. Namun suara ayam jantan berkokok membuyarkan mimpinya itu. Karena masih teringat dengan mimpinya Joko Tarub merasa lapar dan ingin memakan daging rusa.
Segera ia bergegas dari tempat tidur dan menyiapkan busur dan anak panahnya untuk berburu rusa. Kemudian Joko Tarub masuk ke dalam hutan yang lebat dan mencari rusa. Namun ia tidak kunjung menemukan rusa buruannya. Karena penasaran ia masuk semakin jauh ke dalam hutan.
Ketika hari menjelang siang, namun tidak seekor rusa pun yang berhasil di temukan Joko Tarub. Ia merasa kelelahan dan beristirahat di bawah sebuah pohon. Karena lelah dan lapar Joko Tarub pun tertidur dengan pulas.
Bidadari Turun
Ketika sedang tertidur pulas, tanpa di sadarinya ada 7 orang bidadari turun dari kahyangan ke sebuah Telaga yang tidak jauh dari tempat Joko Tarub tertidur. Ternyata para Bidadari tersebut turun dari Kahyangan untuk mandi di Telaga tersebut.
Namun tiba-tiba ada angin kencang yang datang, angin kencang tersebut menerbangkan sebuah selendang milik salah satu bidadari. Karena asyik mandi, para bidadari tidak ada yang menyadari bahwa salah satu selendangnya telah hilang.
Angin telah menerbangkan sebuah selendang bidadari dan jatuh di dekat Joko Tarub yang sedang tidur. Pada sore hari ketika matahari hampir tenggelam, para Bidadari pun kembali ke kahyangan dengan menggunakan selendangnya.
Namun ketika mereka sudah berpakaian dan ingin terbang, salah satu bidadari kebingungan mencari selendangnya yang sudah tidak ada di tempatnya.
“Ehhh…do mana selendangku?”
Karena waktu sudah menjelang malam, akhirnya seorang bidadari tersebut di tinggal oleh ke enam temannya. Sementara itu Joko Tarub yang terbangun dari tidurnya sangat terkejut ketika ada selendang di dekatnya.
“Wah selendang siapa ini, bagus sekali. Seumur hidupku, baru kali ini melihat ada selendang seindah ini”
Ketika sedang asyik mengagumi keindahan selendang yang ada di depannya, Joko Tarub samar-samar mendengar suara perempuan menangis. Ia segera memasukkan selendang itu ke balik bajunya dan mencari asal suara tersebut.
Joko Tarub akhirnya menemukan asal muasal suara tangisan tersebut, dan dia melihat seorang perempuan yang sangat cantik sedang menangis di pinggir Telaga.
“Kamu siapa? Kenapa berada di tengah hutan seperti ini!! Apakah kamu ini bangsa jin atau lelembut penunggu hutan ini?”
“Tidak, namaku Nawang Wulan. Aku bukan jin atau lelembut. Tetapi aku adalah bidadari yang turun dari khayangan. Selendangku hilang, sehingga aku tidak bisa kembali ke Kayangan. Apakah kamu melihat selendangku?”
Menikah
Joko Tarub merasa beruntung karena bertemu seorang bidadari yang sangat cantik jelita. Ia merasa jodohnya telah tiba. Kemudian Joko Tarup berbicara kepada Nawang Wulan.
“Nawang Wulan, Namaku Joko tarub. Aku tinggal di sebuah desa yang tidak jauh dari hutan ini. Sebentar lagi hari gelap, lebih baik kamu ikut sama aku. Ketika malam tiba di hutan inni banyak binatang buas berkeliaran”.
Nawang Wulan pun mengikuti Joko Tarub ke desanya. Tidak lama kemudian Joko Tarub dan Nawang Wulan menikah. Dan beberapa waktu kemudian Joko Tarub dan Nawang Wulan di karuniai seorang anak perempuan yang cantik.Kemudian anak perempuan tersebut di beri nama Nawangsih.
Selama hidup dengan Nawang Wulan, Joko Tarub merasa heran karena lumbung padinya selalu penuh. Padahal setiap hari Nawang Wulan menanak sebakul nasi dari beras yang di simpan di lumbung padi tersebut.
“Kang Mas Joko Tarub, Aku sedang menanak nasi. Tapi aku ada keperluan di sungai, tolong jaga apinya jangan sampai kekecilan atau kebesaran. Tapi ingat , jangan sekali-kali membuka tutup kukusnya”.
Joko Tarub yang selama ini heran dengan lumbung padinya yang masih penuh mengabaikan pesan istrinya agar tidak membuka tutup kukusnya. Ia kemudian perlahan-lahan membuka tutup kukus dan terkejut ketika melihat isinya.
“Jadi selama ini istriku hanya memasak sebutir beras. Pantas saja beras di lumbung padi ku tidak pernah berkurang. Tapi bagaimana mungkin sebutir beras bisa menghasilkan nasi yang sangat banyak. Mungkin ini adalah Kesatian Nawang Wulan sebagai seorang bidadari”.
Kembali Ke Khayangan
Ketika Nawang Wulan sudah kembali dari sungai, dia segera menuju dapur dan Joko Tarub sudah tidak ada. kemudian Nawang Wulan pun membuka tutup kukusnya.
“Kang Mas Joko Tarub sudah melanggar perintah ku. Jadi mulai saat ini aku tidak bisa lagi memasak sebakul nasi hanya dengan sebutir beras”.
Setelah kejadian itu Nawang Wulan memasak nasi seperti perempuan biasa pada umumnya. Ia sudah tidak bisa lagi memasak sebutir beras menjadi sebakul nasi. Akibatnya persediaan beras di lumbung padi Joko Tarub pun semakin menipis.
Suatu hari ketika persediaan beras semakin menipis, Nawang Wulan mengambil sisa-sisa beras yang ada di lumbung padi. Tiba-tiba Nawang Wulan menemukan selendangnya. Nawang Wulan yang akhirnya mengetahui bahwa selendangnya di sembunyikan Joko Tarub menjadi sangat marah. Dan dia segera menemui Joko Tarub.
“Kang Mas Joko Tarub, Jadi selama ini kamu yang menyembunyikan selendang ku. Cukup sampai di sini hubungan kita. Aku tidak bisa hidup bersama laki-laki yang telah menipuku”.
“Adinda Nawang Wulan. aku mengaku bersalah. Tapi tolong jangan tinggalkan aku, kasihanilah Nawangsih dia masih bayi”.
“Tidak ada maaf lagi untukmu, buatkan danau di belakang rumah dan Letakkan Nawangsih di situ. Setiap malam aku akan datang untuk menyusuinya dan jangan sekali-kali kamu mengintip”.
Nawang Wulan dengan selendangnya segera terbang kembali ke Kahyangan. Dan seperti janjinya setiap malam Nawang Wulan turun untuk menyusui Nawangsih.