BAB IV
Anekadongeng.com | MUSH’AB BIN ‘UMAIR berhasil membangun kembali kehidupnya dengan warna keislaman yang telah di contohkan oleh guru mulia Muhammad, sang teladan pilihan. Kini Mush’ab bin ‘Umair merasa lebih tenang dan semakin yakin bahwa kehidupannya layak untuk di persembahkan kepada Penciptanya Yang Mahatinggi, Tuhan-nya Yang Mahaagung.
Pada Suatu hari Mush’ab bertemu beberapa kaum Muslimin yang sedang duduk mengelilingi Rasulullah. Tetapi, ketika mereka melihat Mush’ab, mereka langsung menunduk dan memejamkan mata. Bahkan, sebagian besar dari mereka meneteskan air mata karena terharu dan prihatin atas keadaan Mush’ab bin ‘Umair. Mereka melihat Mush’ab bin ‘Umair hanya mengenakan jubah yang sudah usang dan penuh tambalan. Mereka teringat masa lalu ketika Mush’ab bin ‘Umair belum masuk Islam, penampilannya begitu mewah dengan pakaian yang indah, sangat terawat dengan bau harum semerbak.
Rasulullah sendiri mengawasi penampilan Mush’ab dengan pandangan bijak, penuh arti, dan cinta. Rasulullah pun tersenyum seraya mengucapkan sabda, “Aku telah mengenal Mush’ab bin ‘Umair sebelumnya. Aku tidak mengenal satupun pemuda Mekah yang lebih bergelimang harta di sisi kedua orang tuanya seperti dirinya. Selanjutnya ia tinggalkan semua kemewahan itu karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Sejak ibu Mush’ab bin ‘Umair merasa putus asa, dan tidak bisa lagi mengharap agar Mush’ab kembali lagi pada agama lamanya. Maka segala kemewahan dan kesenangan yang selama ini di berikan kepada Mush’ab kini di cabut olehnya. Ibu Mush’ab tidak rela apabila makanan dan hartanya di berikan kepada manusia yang mengingkari berhala dan layak mendapat laknat. Meskipun orang tersebut adalah putranya sendiri. Pertemuan terakhir Mush’ab bin ‘Umair dengan ibundanya adalah ketika perempuan tersebut berusaha sekali lagi untuk menyekap Mush’ab sepulangnya dari Habasyah.
Saat itu, Mush’ab bin ‘Umair bersumpah, apabila ibundanya sampai melakukan maksudnya itu, ia tidak akan segan membunuh siapa saja orang yang membantu melaksanakan rencana ibundanya itu. Sang ibunda tahu betul kesungguhan putranya ketika memiliki kemauan dan tekad. Maka tidak ada jalan lain baginya selain melepas Mush’ab dengan berlinang air mata, demikian pula dengan Mush’ab. Sungguh la takkuasa menahan tangis saat harus berpisah dengan ibunya.
BAB V
Pada saat perpisahan itulah terlihat keteguhan yang luar biasa dari pihak ibu dalam kekufuran. Sebaliknya, keteguhan tekad yang sangat kuat dari pihak anak dalam mempertahankan keimanan. Akhirnya, sang ibu mengusir Mush’ab dari rumah dengan berkata, “Pergilah semaumu. Aku bukan lagi ibumu!” Mush’ab bin ‘Umair pun mendekati sang ibunda dan berkata, “Wahai bunda, sungguh ananda ingin memberikan nasihat kepada bunda, karena ananda sungguh merasa kasihan kepadamu. Oleh karena itu, bersaksilah bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah!” Ibundanya menjawab dengan sangat marah dan penuh emosi, “Demi bintang di langit, aku tidak akan pernah masuk ke dalam agamamu. Sungguh otakku akan menjadi rusak dan akalku akan di anggap lemah.”